PANEN DAN PASCA PANEN PADI SAWAH
LAPORAN PRAKTIKUM
Diajuakan
Guna Memenuhi Tugas Praktikum Pengantar Teknologi Pertanian
Oleh
Kelompok : 3
Kelompok : 3
1.
Isabella
Krisna Irawan 151510601150
2.
Salman Al Farisi 151510601012
3.
Krisnawati 151510601075
4.
Ulfa Husnul Chotima 151510601080
5.
Arganesha Satya Andika 151510601089
6.
Maftuhatul Hidayah 151510601094
7.
Richie Alfa M. 151510601123
8.
Putri Dwi Purnamasari 151510601137
9.
Lia Hesti Puji
Wulandari 151510601169
10. Rollinda
M.C 151510601175
LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umumnya
panen optimum dilakukan pada saat gabah menguning 90-95%, kadar air gabah
25-27% pada musim hujan dan 21-24% pada musim kemarau atau pada umur 50-60 hari
setelah pembungaan, bergantung pada varietas (Iswari, 2012). Penentuan waktu
panen dilakukan karena berperan penting dalam memperoleh mutu beras yang baik
dan menghindari kerugian hasil. Perbedaan umur panen optimum pada masing-masing
varietas biasanya karena perbedaan faktor genetiknya. Penentuan saat panen terdapat
dua cara, yaitu pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Pengamatan visual
dilakukan dengan melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah, sedangkan
pengamatan teoritis dilakukan cara melihat deskripsi varietas padi dan mengukur
kadar air biji padi (gabah) dengan moisture
tester. Penamenan padi harus dilakukan menggunakan alat dan mesin yang
memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, dan ekonomis. Alat dan mesin yang
digunakan untuk memanen padi harus sesuai dengan varietas.
Penanganan
pascapanen padi adalah rantai operasi dari pemanenan hingga pemasaran beras
(Rahmi, 2014). Penanganan pasca panen bertujuan untuk menekan kehilangan hasil,
meningkatkan kualitas, daya simpan, daya guna komoditas pertanian, memperluas
kesempatan kerja, dan meningkatkan nilai tambah. Tahap pasca panen terdiri dari
pemanenan, perontokan, perawatan atau pengeringan, pengangkutan, penggilingan,
penyimpanan, standardisasi mutu, pengolahan, dan penanganan limbah. Penyebab
utama kualitas beras yang rendah atau biasanya dapat disebut sebagai beras
batik, yaitu penanganan panen dan pasca panen padi yang kurang baik, serta
proses pengeringan yang mengalami penundaan, kurangnya pengetahuan, kurangnya
tenaga kerja serta fasilitas yang dimiliki oleh petani. Penanganan pasca panen akan
berdampak positif terhadap kualitas gabah konsumsi, benih, dan beras. Beras
yang memiliki mutu fisik dan mutu gizi yang baik mempunyai daya saing yang
tinggi.
Penanganan
pasca panen padi, salah satu masalah yang sering terjadi adalah kurangnya
kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik
sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu
gabah atau beras (Hasbi, 2012). Biasanya hal tersebut terjadi pada tahapan
pemanenan, perontokan, dan pengeringan sehingga perbaikan teknologi pasca panen
sangat dititikberatkan. Penanganan pasca panen padi merupakan upaya yang sangat
strategis untuk meningkatkan produksi padi.
Perontokan
malai padi biasanya dilakukan langsung di sawah. Malai padi dipukul-pukulkan
pada papan perontokan yang terbuat dari kayu (Wirawan, 2002). Perontokan yang
tradisional biasanya dilakukan dengan menginjak-nginjak malai padi sehingga
bulir padi rontok. Sebelum tahap perontokan, padi dilakukan pemanenan terlebih
dahulu. Waktu panen dapat ditentukan jika umur berbunga telah mencapai optimal.
Tahap selanjutnya pengangkutan, pengeringan, pembersihan, dan yang terakhir
penyimpanan.
Setelah
dipanen dan dirontok, mungkin ada yang perontokannya dilakukan di sawah,
kemudian gabah tadi diangkut ke gudang (Aak, 1990). Tahap pengangkutan yang
harus diperhatikan adalah persentase hilangnya gabah yang tercecer selama
pengemasan dan pengangkutan, sebab dalam perjalanan ketika dilakukan
pembongkaran maupun pada saat padi dimuat ke dalam alat pengangkut, biasanya
banyak yang tercecer. Setelah tahap pengangkutan yaitu tahap pengeringan,
pengeringan terdiri dari dua cara yakni pengeringan alami berupa sinar matahari
dan pengeringan buatan yaitu tumpukan datar, sirkulasi, dan kontinyu. Setelah
dikeringkan, gabah perlu dipisahkan dari butiran yang hampa dan kotoran-kotoran
yang tercampur selama tahap perontokan dan pengeringan yang berupa daun dan
tangkai padi. Penyimpanan gabah merupakan langkah yang diperlukan untuk
menunggu saat-saat yang baik atau tepat untuk dijual atau digiling. Tempat
untuk menyimpan hasil panen tergantung pada macam hasil panen, yaitu padi yang
masih bertangkai dan gabah. Padi bertangkai biasanya ditumpuk dalam lumbung,
sementara gabah di rumah petani dapat dimasukkan ke dalam karung goni.
1.2 Tujuan
Mengenalkan
kepada mahasiswa tentang kriteria panen, cara dan peralatan panen, penanganan
pasca panen serta dapat menghitung potensi produksi tanaman padi.
BAB
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum acara “ Panen
dan Pasca Panen Padi Sawah“ dilaksanakan pada Hari Kamis, 31 Maret 2016 pukul
15.00-selesai di Agroteknopark Jubung.
2.2 Bahan dan Alat
2.2.1
Bahan
1. Tanaman
padi sawah siap panen
2.2.2
Alat
1.
Alat tulis
2.
Penggaris
3.
Meteran
4.
Roll meter
5.
Alat panen padi
6.
Kalkulator
7.
Timbangan
2.3 Cara Kerja:
1
Mengunjungi areal tanaman padi yang siap
panen
2
Memilih beberapa contoh tanaman dan mengamati
secara teliti ciri-ciri dan membuat gambar (foto tanaman) dan menuliskan
beberapa kriteria yang bisa dijadikan pedoman bahwa tanaman padi sudah siap
dipanen.
3
Melaksanakan pemanenan padi dengan alat
yang disediakan. Menuliskan nama alat panen dan cara pemanenan yang
dilaksanakan.
4
Melakukan perontokan padi dengan alat
yang disediakan.
5
Mengukur luas petak dan menimbang hasil
bersih padi perluas petak yang dipanen
6
Menghitung potensi produksi padi per
hektar.
DAFTAR
PUSTAKA
Aak.
1990. Budidaya Tanaman Padi.
Yogyakarta: Kanisius.
Hasbi. 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di
Lahan Suboptimal. Lahan Suboptimal, 1(2)
186-196.
Iswari,
K. 2012. Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam Menekan Kehilangan
Hasil dan Meningkat Mutu Beras. Litbang
Pertanian, 31(1) : 58-67.
Nugraha,
Sigit. 2012. Inovasi Teknologi Pascapanen untuk Mengurangi Susut Hasil dan
Mempertahankan Mutu Gabah/Beras di Tingkat Petani. Teknologi Pascapanen Pertanian, 8(1): 48-61.
Rahmi,
Alia. 2014. Penanganan Pascapanen Padi di Kalimantan Selatan, Praktek Bercocok
Tanam Skala Kecil, dan Kajian Efisiennya. Chlorophyl,
10(1): 7-14.
Setyowati,
Dwi., dan P.Yudha Indra. 2013. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman Padi
Berbasis Web. Teknologi Technoscientia, 6(1):
32-40.
Wirawan,
B., dan W. Sri. 2002. Memproduksi Benih
Bersertifikat. Bogor: Penebar Swadaya.
Aku menyebutnya singkat dan pemberani
BalasHapus