Jumat, 29 September 2017

Laporan Praktikum Panen dan Pasca Panen Padi Sawah




PANEN DAN PASCA PANEN PADI SAWAH
LAPORAN PRAKTIKUM

Diajuakan Guna Memenuhi Tugas Praktikum Pengantar Teknologi Pertanian

Oleh
Kelompok :
3
1.      Isabella Krisna Irawan    151510601150
2.      Salman Al Farisi                 151510601012
3.      Krisnawati                          151510601075
4.      Ulfa Husnul Chotima         151510601080
5.      Arganesha Satya Andika    151510601089
6.      Maftuhatul Hidayah           151510601094
7.      Richie Alfa M.                    151510601123
8.      Putri Dwi Purnamasari       151510601137
9.      Lia Hesti Puji Wulandari    151510601169
10.  Rollinda M.C                      151510601175


LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016



BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Umumnya panen optimum dilakukan pada saat gabah menguning 90-95%, kadar air gabah 25-27% pada musim hujan dan 21-24% pada musim kemarau atau pada umur 50-60 hari setelah pembungaan, bergantung pada varietas (Iswari, 2012). Penentuan waktu panen dilakukan karena berperan penting dalam memperoleh mutu beras yang baik dan menghindari kerugian hasil. Perbedaan umur panen optimum pada masing-masing varietas biasanya karena perbedaan faktor genetiknya. Penentuan saat panen terdapat dua cara, yaitu pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Pengamatan visual dilakukan dengan melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah, sedangkan pengamatan teoritis dilakukan cara melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air biji padi (gabah) dengan moisture tester. Penamenan padi harus dilakukan menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, dan ekonomis. Alat dan mesin yang digunakan untuk memanen padi harus sesuai dengan varietas.
Penanganan pascapanen padi adalah rantai operasi dari pemanenan hingga pemasaran beras (Rahmi, 2014). Penanganan pasca panen bertujuan untuk menekan kehilangan hasil, meningkatkan kualitas, daya simpan, daya guna komoditas pertanian, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan nilai tambah. Tahap pasca panen terdiri dari pemanenan, perontokan, perawatan atau pengeringan, pengangkutan, penggilingan, penyimpanan, standardisasi mutu, pengolahan, dan penanganan limbah. Penyebab utama kualitas beras yang rendah atau biasanya dapat disebut sebagai beras batik, yaitu penanganan panen dan pasca panen padi yang kurang baik, serta proses pengeringan yang mengalami penundaan, kurangnya pengetahuan, kurangnya tenaga kerja serta fasilitas yang dimiliki oleh petani. Penanganan pasca panen akan berdampak positif terhadap kualitas gabah konsumsi, benih, dan beras. Beras yang memiliki mutu fisik dan mutu gizi yang baik mempunyai daya saing yang tinggi.
Penanganan pasca panen padi, salah satu masalah yang sering terjadi adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah atau beras (Hasbi, 2012). Biasanya hal tersebut terjadi pada tahapan pemanenan, perontokan, dan pengeringan sehingga perbaikan teknologi pasca panen sangat dititikberatkan. Penanganan pasca panen padi merupakan upaya yang sangat strategis untuk meningkatkan produksi padi.
Perontokan malai padi biasanya dilakukan langsung di sawah. Malai padi dipukul-pukulkan pada papan perontokan yang terbuat dari kayu (Wirawan, 2002). Perontokan yang tradisional biasanya dilakukan dengan menginjak-nginjak malai padi sehingga bulir padi rontok. Sebelum tahap perontokan, padi dilakukan pemanenan terlebih dahulu. Waktu panen dapat ditentukan jika umur berbunga telah mencapai optimal. Tahap selanjutnya pengangkutan, pengeringan, pembersihan, dan yang terakhir penyimpanan.
Setelah dipanen dan dirontok, mungkin ada yang perontokannya dilakukan di sawah, kemudian gabah tadi diangkut ke gudang (Aak, 1990). Tahap pengangkutan yang harus diperhatikan adalah persentase hilangnya gabah yang tercecer selama pengemasan dan pengangkutan, sebab dalam perjalanan ketika dilakukan pembongkaran maupun pada saat padi dimuat ke dalam alat pengangkut, biasanya banyak yang tercecer. Setelah tahap pengangkutan yaitu tahap pengeringan, pengeringan terdiri dari dua cara yakni pengeringan alami berupa sinar matahari dan pengeringan buatan yaitu tumpukan datar, sirkulasi, dan kontinyu. Setelah dikeringkan, gabah perlu dipisahkan dari butiran yang hampa dan kotoran-kotoran yang tercampur selama tahap perontokan dan pengeringan yang berupa daun dan tangkai padi. Penyimpanan gabah merupakan langkah yang diperlukan untuk menunggu saat-saat yang baik atau tepat untuk dijual atau digiling. Tempat untuk menyimpan hasil panen tergantung pada macam hasil panen, yaitu padi yang masih bertangkai dan gabah. Padi bertangkai biasanya ditumpuk dalam lumbung, sementara gabah di rumah petani dapat dimasukkan ke dalam karung goni.



1.2  Tujuan
Mengenalkan kepada mahasiswa tentang kriteria panen, cara dan peralatan panen, penanganan pasca panen serta dapat menghitung potensi produksi tanaman padi.


BAB II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum acara “ Panen dan Pasca Panen Padi Sawah“ dilaksanakan pada Hari Kamis, 31 Maret 2016 pukul 15.00-selesai di Agroteknopark Jubung.

2.2 Bahan dan Alat
2.2.1 Bahan    
1.      Tanaman padi sawah siap panen

2.2.2 Alat
1.      Alat tulis
2.      Penggaris
3.      Meteran
4.      Roll meter
5.      Alat panen padi
6.      Kalkulator
7.      Timbangan

2.3 Cara Kerja:
1        Mengunjungi areal tanaman padi yang siap panen
2        Memilih beberapa contoh tanaman dan mengamati secara teliti ciri-ciri dan membuat gambar (foto tanaman) dan menuliskan beberapa kriteria yang bisa dijadikan pedoman bahwa tanaman padi sudah siap dipanen.
3        Melaksanakan pemanenan padi dengan alat yang disediakan. Menuliskan nama alat panen dan cara pemanenan yang dilaksanakan.
4        Melakukan perontokan padi dengan alat yang disediakan.
5        Mengukur luas petak dan menimbang hasil bersih padi perluas petak yang dipanen
6        Menghitung potensi produksi padi per hektar.


DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius.

Hasbi.  2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Lahan Suboptimal, 1(2) 186-196.

Iswari, K. 2012. Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkat Mutu Beras. Litbang Pertanian, 31(1) : 58-67.

Nugraha, Sigit. 2012. Inovasi Teknologi Pascapanen untuk Mengurangi Susut Hasil dan Mempertahankan Mutu Gabah/Beras di Tingkat Petani. Teknologi Pascapanen Pertanian, 8(1): 48-61.

Rahmi, Alia. 2014. Penanganan Pascapanen Padi di Kalimantan Selatan, Praktek Bercocok Tanam Skala Kecil, dan Kajian Efisiennya. Chlorophyl, 10(1): 7-14.

Setyowati, Dwi., dan P.Yudha Indra. 2013. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman Padi Berbasis Web. Teknologi Technoscientia, 6(1): 32-40.

Wirawan, B., dan W. Sri. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Bogor: Penebar Swadaya.

 

1 komentar: