
PEMELIHARAAN TANAMAN PADI
LAPORAN PRAKTIKUM
Diajukan Guna Memenuhi Laporan Mata Praktikum
Teknologi Produksi Tanaman
Oleh
Nama : Isabella
Krisna Irawan
NIM : 151510601150
Golongan : I
Kelompok : 6
LABORATORIUM PRODUKSI TANAMAN
PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Upaya dalam
peningkatan produksi padi harus efisien dan efektif untuk sekarang dan masa
depan nanti, selain itu juga diperlukan teknologi yang ramah lingkungan untuk
menjaga kelestariannya supaya dapat terus produktivitas. Upaya tersebut
dilakukan untuk membudidayakan tanaman padi supaya tetap menghasilkan produksi
yang maksimal dengan berbagai kendala yang sedang terjadi, diantaranya adalah menurunnya
ketersediaan lahan bagi produksi pertanian, semakin rendahnya sumber daya alam
dan lingkungan hidup, serta iklim yang rentan mengalami perubahan.
Upaya
yang dilakukan yaitu penggunaan varietas yang unggul dan penerapan sistem tanam
seperti SRI dan jajar legowo. SRI atau system of rice intensification adalah
sistem tanam dalam budidaya padi yang ramah terhadap lingkungan serta sangat
ditekankan untuk dapat berhasil mencapai produksi yang tinggi. Hal tersebut
bisa terwujud apabila dilakukan bersamaan komponen teknologi. Terdapat beberapa
komponen penting dalam menerapkan metode SRI antara lain bibit dipindah ke
lapang lebih awal ketika berumur 8-15 hari, bibit ditanam satu per tanaman per
rumpun, jarak tanam lebar (jarak minimum 25x25 cm), kondisi tanah harus dalam
keadaan tetap lembab tetapi tidak tergenang air dan harus dapat dipertahankan
selama pertumbuhan vegetative, pendangiran, dan keharusan dalam penggunaan bahan
organik seperti pupuk.
Selain
penerapan metode SRI, adapula metode lainnya yang juga menggunakan jarak tanam
yang lebar, yaitu jajar legowo. Jajar legowo adalah upaya dalam peningkatan
produksi padi dengan menata jalan populasi tanaman menjadi lebih tinggi sekitar
20-25% dibanding dengan sistem tanam yang biasa. Jajar legowo memiliki
kelebihan diantara lainnya adalah intensitas cahaya matahari dapat sampai langsung
pada tanaman dengan baik, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit menjadi
lebih mudah dilakukan sehingga dapat mengurangi tingkat serangan hama dan
penyakit, populasi tanaman padi dapat meningkat mencapai 24%, perbaikan dalam
kualitas gabah karena semakin banyaknya tanaman pinggir, dan memudahkan
kegiatan perawatan, penyiangan, serta penyemprotan pestisida maupun fungisida.
1.2
Tujuan
1. Dapat memahami dan menerapkan prinsip teknik
produksi padi dengan sistem tanam jajar legowo (komponen SRI)
2. Dapat melatih keterampilan dalam menganalisa
komponen teknologi produksi
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penerapan teknologi
dalam budi daya bertujuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan tumbuh
sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil yang optimal (Utami, dkk. 2016).
Penerapan teknologi dalam budidaya padi dapat berupa penggunaan varietas
unggul, penerapan sistem jarak tanam yang tepat, dan budidaya teknologi padi
yang hemat air tetapi produktivitasnya tinggi. Penerapan yang seperti itu masih
jarang dilakukan oleh banyak petani karena beberapa kendala seperti mahalnya
benih yang bervarietas unggul.
Dengan kata lain,
efisiensi teknis produksi padi dapat ditingkatkan dengan perbaikan di
karakteristik petani, karakteristik pertanian, kondisi lingkungan dan
praktek-praktek pertanian (Srisompun, dalam
Alviar 2012). Petani tradisional masih belum bisa menyesuaikan diri dengan
zaman modern yang sudah memiliki banyak teknologi canggih yang bisa digunakan
untuk budidaya tanaman padi. Hal tersebut karena salah satunya adalah pemikiran
petani yang masih kental terhadap budaya lamanya dalam budidaya padi sehingga
tidak mudah untuk mengubah pemikiran tersebut yang telah dipercayai
bertahun-tahun lalu. Faktor seperti itu justru mempersulit pertanian di
Indonesia untuk lebih maju lagi, karena kebanyakan petani di Indonesia
merupakan orang-orang pedesaan yang masih sangat kental dengan pemikiran yang
sangat tradisional.
Salah satu upaya untuk
peningkatan produktivitas tanaman padi adalah dengan mengupayakan serangkaian
budidaya padi berupa paket teknologi yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi lapangan setempat (Manalu, dkk. 2012). Pengembangan dalam teknologi di
bidang pertanian sangat berperan penting dalam mencapai keuntungan hasil
budidaya padi. Penggunaan varietas unggul memiliki peran penting dalam hasil
budidaya. Benih dengan kualitas yang baik dan seragam akan menghasilkan produk
dengan kualitas serta kuantitas yang tinggi pula. Benih yang bermutu akan mampu
dalam menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi
benih yang maju pula.
Peningkatan
produktivitas memerlukan dukungan inovasi teknologi seperti peningkatan indek
panen, varietas unggul, penggunaan benih bermutu dan berlabel, pengendalian
OPT, pengelolaan hara, pengaturan populasi tanam, melalui perbaikan sistem
tanam dan lainnya (Anoon dalam Aribawa,
2012). Selain penggunaan varietas unggul, perbaikan sistem tanam juga perlu
dilakukan, melalui penerapan sistem tanam jajar legowo yang merupakan salah
satu inovasi teknologi yang sudah ada dalam usaha untuk meningkatkan
produktivitas padi. Sistem tanam jajar legowo ini memanipulasi lokasi tanaman
sehingga tampak tanaman padi dibuat menjadi taping atau tanaman pinggir lebih
banyak dengan maksud supaya dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi dan
kualitas gabah lebih baik. Sistem jajar legowo ini memiliki beberapa jenis,
yang memiliki nilai produktivitas paling tinggi adalah jajar legowo 2:1. Selain
jajar legowo, ada sistem tanam lainnya yang juga tak kalah bagusnya, yaitu SRI
atau System of Rice Intensification. SRI adalah teknik budidaya padi yang bisa
meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengelelolaan tanaman, tanah,
air, dan unsur hara dan merupakan sistem pertanian yang sangat ramah lingkungan
sebab mengharuskan petani untuk menggunakan pupuk organik.
Hambatan untuk adopsi
teknologi SRI tersebut diindikasikan sebagai kelangkaan tenaga kerja dan
ancaman gulma yang lebih tinggi (Reddy, et al. 2013). Hal tersebut mungkin
disebabkan karena dalam menerapkan metode ini petani diharuskan menggunakan
pupuk organik yang justru sangat mahal apabila dibandingkan dengan pupuk
anorganik, sehingga membuat petani enggan melakukan metode ini. Padahal SRI
mempunyai keuntungan antara lain hemat air, hemat biaya dalam membeli benihnya,
hemat waktu, produksi meningkat hingga mencapai 11 ton per hektar, dan ramah
lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia sama sekali. Kelemahan dari
metode ini adalah kurang cocoknya dengan budaya masyarakat petani dan perlu
perlakuan yang lebih hati-hati baik saat mengambil 1 bibit dari rumpun
pembibitan maupun saat pembenaman.
Hasil padi bisa
meningkat karena petani menggunakan varietas padi yang ditingkatkan yang
memiliki potensi untuk meningkatkan gizi, ketahanan pangan dorongan,
pembangunan pedesaan asuh dan mendukung perawatan lahan yang berkelanjutan
(Jirgi dalam Mustapha, 2012). Tidak
hanya pada penggunaan varietas unggulnya tetapi perlakuan dalam kegiatan
budidaya padi yang tepat, misalnya pengolahan tanah, penanaman, perawatan,
pemupukan serta pengendalian gulma dan penyakit. Kegiatan tersebut juga perlu
diperhatikan, karena perlakuan yang salah akan membuat varietas yang
dibudidayakan akan sia-sia.
Pupuk akar ialah segala
macam pupuk yang diberikan kepada tanaman lewat akar (Lingga, 1986). Pupuk
terdiri berdasarkan dua jenis, yakni pupuk buatan (anorganik) dan pupuk alami
(organik). Waktu pemupukan tergantung pada kebutuhan dan respons tanaman padi
tersebut, serta kelarutan dan jenis pupuk yang digunakan, selain itu juga
tergantung pada keadaan iklimnya. Bukan hanya penggunaan varietas yang unggul
ataupun penerapan sistem jarak tanam yang tepat yang dapat meningkatkan
produktivitas, tetapi pemilihan pupuk dan waktu pemupukan yang tepat juga dapat
mendukung produktivitas budidaya tanaman padi. Pemupukan harus dilakukan dengan
benar supaya pupuk yang diberikan terhadap tanaman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
Pengendalian gulma (weed control) dapat didefinisikan
sebagai proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tnaman dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien (Sukman, dkk. 1991). Pengendalian
gulma sebenarnya tidak ada keharusan dalam membunuh gulma secara keseluruhan,
tetapi cukup menekan pertumbuhan ataupun mengurangi populasinya sampai pada tingkat
dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau keuntungan yang akan
dapat diperoleh dari tanaman budidaya lebih banyak dari penekanan gulma.
Padi hibrida merupakan
salah satu terobosan untuk mengatasi terjadinya penekanan peningkatan potensi
hasil varietas-varietas tipe sebelumnya,
dengan cara memperbe sar potensi heterosisnya (hybrid vigor) yaitu dengan F1
yang memiliki superioritas diatas tetuanya (Aisah, dkk 2016). Padi hibrida
adalah turunan pertama (F1) hasil persilangan antara dua galur murni. Padi
Hibrida memiliki banyak keuntungan, diantara lainnya hasil lebih tinggi apabila
disbanding dengan varietas padi lainnya seperti padi unggul inbrida, vigor
lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma, sistem perakaran lebih
kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabar per malai lebih banyak, bobot 1000
butir gabah isi yang lebih tinggi, intensitas respirasi lebih rendah serta
translokasi asimilat yang lebih tinggi.
Pencapaian kemandirian
dalam produksi beras adalah tujuan yang sangat penting bahwa petani kecil di
setiap komunitas pertanian harus mencapai untuk menjamin keamanan pangan,
seperti beras selalu dapat diakses dan terjangkau untuk semua (Abas dalam Abas 2016). Dalam mencapai hal
tersebut metode atau varietas apapun yang digunakan apabila tidak dijalankan
dengan baik dan tepat maka tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Teknologi
produksi tanaman padi dilakukan untuk bisa mendapatkan produktivitas yang lebih
tinggi dengan lahan yang sulit terbilang luas karena penambahan penduduk yang
semakin padat, penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat merusak tanah sehingga
menurunkan produktivitas tanah, dan masih banyak lagi faktor lainnya. Hal
tersebut membuat sebagian masyarakat terutama petani untuk memperhatikan
budidaya tanaman yang baik dan tepat supaya tetap produktivitas terutama padi
yang merupakan tanaman pokok yang sangat dibutuhkan di Indonesia.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum acara “
Teknologi Produksi Budidaya Padi “ dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 01
Oktober 2016 pukul 15.00-selesai WIB di Agrotechnopark Jubung.
3.2 Alat dan Bahan
2.1.1
Alat
1.
Timba
2.
Gembor
3.
Cetok
4.
Timbangan
5.
Meteran
2.1.2
Bahan
1.
Benih
2.
Bahan Organik
3.
Pupuk urea, SP 36, KCL
2.3 Cara Kerja
1.
Menyiapakan bibit dengan teknologi
budidaya padi, yaitu sebelum benih ditabur ke lapangan terlebih dahulu di
kecambahkan di dalam karung yang basah selama 2 hari samapai calon akarnya
kelihatan, kemudian barulah ditanam.
2.
Menyiapkan lahan dilakukan 15 hari
sebelum masa tanam, diantaranya penyiapan lahan penggemburan sawah, pembajakan,
pemberian pupuk dasar. Lahan yang digunakan seluas 4x4 meter perkelompok.
3.
Melaksanakan penanaman dengan cara
menanam bibi padi yang telah disediakan dan ditanam sesuai dengan perlakuan
jarak tanam yang ditentukan. Melaksanakan penanaman 1 bibit perlubang untuk
perlakuan jajar legowo (2:1) dan 2 bibit perlubang untuk perlakuan tegel.
4.
Memlihara tanaman meliputi penyulaman,
pemupukan, pengairan, pembubunan dan pengendalian hama dan penyakit.
5.
Melakukan penyulaman setelah tanaman
berumur 1 minggu pada tanaman mati atau pada lubang tanam yang tidak ada
tanaman.
6.
Melakukan penyiangan pada 14 dan 35 hst.
Melakukan penyiangan dengan tangan atau dengan menggunakan alat siang seperti
landak atau gosrok.
7.
Melakukan pemupukan 2 kali yaitu pupuk
dasar dan pupuk susulan. Pemupukan dasar : BO, Urea, Sp-36 dan KCL, pupuk
susulan (15 Hst) : Urea. Posisi melakukan pemupukan yaitu berada pada barisan
kosong di antara 2 barisan legowo. Pupuk ditabur ke kiri dan ke kanan dengan
merata, sehingga 1 kali jalan dapat melakukan peupukan 2 barisan legowo.
8.
Melakukan pengendalian hama dan penyakit
dengan menggunakan alat semprot, posisi berada pada barisan kosong di antara 2
barisan legowo. Penyemprotan diarahkan ke kiri dan ke kanan dengan merata,
sehingga 1 kali jalan dapat melakukan penyemprotan legowo.
9.
Melakukan pengairan dengan cara
penggenangan terus-menerus dan berselang.
10. Melakukan
pemanenan sesuai diskripsi umur tanaman. Saat panen untuk gabah kosumsi
sebaiknya dilakukan pada stadia masak kuning dengan tanda-tanda : seluruh
tanaman tampak kuning kecuali buku-buku sebelah atas masih hijau, isi gabah
sudah keras tetapi mudah pecah oleh kuku.
DAFTAR
PUSTAKA
Abas,
Mes S. 2016. Factors Influencing Self-reliance in Rice Production, The Case of
Small Farmers in Bataan, Philippines. Agricultural
Technology, 12(1): 41-53.
Aisah,
S., H.Erita, dan B. 2016. Uji Gabung Tiga Galur Mandul Jantan dengan Sepuluh
Galur Kandidat Restorer pada Tanaman Padi (Oryza Sativa. L). Kawista, 1(1): 59-67.
Aribawa,
I.B. 2012. Pengaruh Sistem Tanam terhadap Peningkatan Produktivitas Padi di
Lahan Sawah Dataran Tinggi Beriklim Basah. Kedaulatan
Pangan dan Energi, 1(2): 1-10
Lingga,
Pinus. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Manalu,
F., D.Ketut Kartha, dan A.Menaka Gede. 2012. Pengujian Paket Teknologi Budidaya
Padi (Oryza Sativa L.). Agroekoteknologi
Tropika, 1(2): 92-97.
Mustapha,
S.B., U.U.C., S.A.M., dan B.S. 2012. Analysis of Adoption of Improved Rice
Production Technologies in Jeer Local Government Area of Borno State, Nigeria. Development and Sustainability, 1(3):
1-9.
Srisompun,
O. dan I.Somporn. Efficiency Change in Thailand Rice Production: Evidence from
Panel Data Analysis. Development and
Agricultural Economics, 4(4): 101-108.
Sukman,
Y. dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik
Pengendaliannya. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Utama, Z.H. 2015. Budidaya
Padi pada Lahan Marjinal Kiat Meningkatkan Produksi Padi. Penerbit Andi:
Yogyakarta.
Utami,
S.N.H., P.Achmadi, dan S. 2016. Penerapan Teknologi Tepat Guna Padi Sawah
Spesifik Lokasi di Dusun Ponggok, Trimulyo, Jetif, Bantul. Community Engagement, 1(2): 239-254.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar